Pada tahun 525, Raja Najasy memerintahkan penaklukan Yaman dengan 70.000 pasukan orang Habasyah dikomandoi oleh Aryath untuk Serangan balas dendam terhadap Dzu Nuwas (orang Yahudi) dan pasukannya yang telah menyerang Kaum Nasrani dari Bani Najran pada tahun 523 M. Pasukan Dzu Nuwas takluk dan tercerai-berai. Aryath menjadi gubernur Yaman. kepemimpinan dikhianati oleh Abrahah yang Ambisius. Aryath pun tewas ditangan Abrahah. Pengulingan paksa oleh Abrahah mendapatkan restu Rajanya di Habasyah (Ethopia, Afrika).2
Riwayat lain: Abrahah adalah Salah satu panglima perang yang diutus oleh Ashamah, Raja Najasy, Habasyah. Komandan sebenarnya adalah Syahdan.1
Raja Najasy memberikan restu bahwa Abrahah Ash-Shabbah Al-Habsi menjadi gubernur yang berkuasa di Yaman dari Najasy.2
2. Gereja Katedral persembahan Abrahah
Abrahah membangun gereja yang megah dan mewah di Shan'a, Yaman. Abrahah mengirimkan surat ke Raja Najasy di Habasyah,
"Sesungguhnya aku telah mendirikan untuk paduka sebuah gereja yang belum pernah dibangun oleh raja manapun. Gereja itu aku bangun sedemikian rupa agar orang-orang yang pergi haji ke Mekah mau berpaling menuju ke tempat ibadah yang aku bangun." 1
Mendengar berita ini Malik bin Kinanah (penduduk Mekah yang kebetulan sedang berada di Yaman) merasa geram. Dia berangkat ke gereja tersebut lalu membuang tinja di sana. Kemudian ia mengoleskan kotoran tinjanya ke tembok gereja tersebut.1
Riwayat lain : menceritakan dua orang pagan Arab dari Suku Fuqaym, yang mengagungkan dan memuja Ka'bah, mengotori katedral di Shan'a pada puncak sebuah ritual, 3
Ketika mengetahui hal ini, Abrahah marah dan bertanya kepada penjaga.
"Siapa yang berani melakukan hal ini?"tanya Abrahah
"Pelakunya adalah seorang laki-laki penduduk Baitullah yang mendengar perkataan tuan raja." jawab penjaga sambil gemetar.1
3. Persiapan Abrahah untuk menyerang Mekah
Kemarahan Abrahah tidak hanya pada orang yang menistakan gerejanya. Bahkan berniat membalasnya dengan menghancurkan Baitullah (Kakbah), Mekah. Abrahah mengirimkan surat kepada Raja Najasy dengan isi meminta dikirim seekor gajah terbesar bernama Mahmud.1
Sambil menunggu kedatangan Gajah, Abrahah mempersiapkan dengan matang pasukan yang sangat besar untuk pengepungan kota Mekah. Gajah terbesar yang ditunggu-tunggu pun tiba. Gajah bernama Mahmud berjalan paling depan pasukan Abrahah.1
4. Keberangkatan Pasukan Abrahah
Dzu Nafar, salah seorang penguasa di pinggiran Yaman bersama pasukannya berusaha menghalau pasukan abrahah. Pasukan Dzu Nafar tidak sanggup melawan kekuatan pasukan Gajah terbesar. Dzu Nafar ditawan oleh pasukan abrahah. Abrahah memberikan ampunan.1
Di Khats'am, Nufail bin Habib al-Khats'am dan sebagian penduduk desa melakukan penghalauan kepada pasukan Abrahah, yang akan menghancurkan Kakbah. Abrahah berhasil meredam perlawanan kecil penduduk desa dan Nufail ditangkap.
"Wahai raja, sungguh aku bisa menjadi penunjuk jalan bagimu menuju ke daerah Arab. Oleh karena itu biarkanlah aku hidup." tawaran Nufail.
Raja Abrahah pun Sepakat. Nufail menjadi penunjuk jalan.1
5. Pasukan Abrahah mencapai Thaif
Ketika sampai di Thaif, Mas'ud ibnu Nu'ais bersama beberapa orang lelaki Bani Tsaqif menemui Abrahah. Kota Thaif juga mempunyai tempat suci yang populer. Mas'ud bin Nu'ais berkata;
"Wahai paduka raja! Kami adalah hambamu. Di antara kita juga tidak pernah ada permusuhan. Silahkan tuan melanjutkan perjalanan dan kami akan mengirimkan seorang penunjuk".
Mereka mengirim budak bernama Abu Righal. Namun budak tersebut tewas di daerah Maghmas.1
6. Berkemah di Maghmas
Jarak maghmas dan Mekah tidak begitu jauh. Abrahah memutuskan untuk mendirikan kemah dan mematangkan strategi militernya.1
7. Serang Pembuka
Abrahah memerintahkan pasukan berkuda yang dipimpin oleh al-Aswad bin Mas'ud untuk merampas binatang ternak milik penduduk Mekah. Dua ratus ekor unta milik Abdul Muthalib berhasil dirampas. 1
8. Utusan Abrahah ke Mekah
Abrahah mengirim Hanathah bin al-Humairy untuk memberikan peringatan kepada pemuka Quraisy. Ia berpesan:
"Tanyakanlah siapa pembesar Mekah. Sampaikan pada mereka bahwasannya kedatanganku bukan untuk berperang, akan tetapi kedatanganku untuk merobohkan Baitullah." 1
Hanathah bin al Humairy memasuki kota Mekah untuk bertemu pemimpin Suku Quraisy, yakni Abdul Muthalib. Menyampaikan pesan sesuai titah raja. Dengan penuh wibawa, Abdul Muthalib berkata :
"Tidak ada alasan bagi Abrahah untuk memerangi kami, dan kami juga tidak memiliki kekuatan untuk mencegah dia datang ke Mekah untuk tujuan tersebut. Sesungguhnya ini (kakbah) adalah rumah Allah dan Ibrahim kekasih Allah, maka yang berhak untuk melarangnya adalah Allah SWT. Demi Allah kami tidak memiliki kekuatan sama sekali untuk mencegahnya."1
9. Abdul Muthalib meminta ternaknya kembali pada Abrahah
Abdul Muthalib bersama beberapa keluarganya menemui Abrahah di Kemahnya. Abrahah berkata kepada penerjemahnya ;
"Tanyakanlah pada Abdul Muthalib, Apa maksud kedatangannya?"
Abdul Muthalib menjawab:
"maksud kedatanganku adalah meminta pada paduka raja agar sudi mengembalikan unta-untaku."1
Abrahah semakin bingung dengan sikap Abdul Muthalib seolah-olah hanya memikirkan kepentingan pribadinya dibandingkan melindungi tempat sucinya.
Abdul Muthalib melanjutkan berbicara:
"Aku adalah pemilik unta-unta itu, sedangkan Baitullah adalah milik Allah. Dialah yang akan menjaganya dari perbuatanmu".
Abrahah berkata dengan nada keras : "tidak akan ada yang dapat menghentikanku".
"Ada, Tuhan pemilik Baitullah." Jawab Abdul Muthalib.
Walaupun Abrahah sangat kesal dengan kata-kata Abdul Muthalib. Ia memerintahkan pengawalnya untuk mengembalikan unta-untaku Abdul Muthalib dan semua ternak milik penduduk Mekah.1
10. Penduduk Mekah Mengungsi
Abrahah memberikan waktu kepada penduduk Mekah untuk mengosongkan seluruh Kota Mekah. Abdul Muthalib bersama seluruh penduduk Mekah berdoa di keliling kakbah memohon kepada Allah agar menjaga kakbah selanjutnya seluruh penduduk mengungsi ke lereng-lereng gunung sekitar Mekah. Abdul Muthalib memberikan kabar bahwa kota Mekah sudah dikosongkan.1
11. Serang Pamungkas
Dengan membawa segelar pasukan yang jumlahnya mencapai 60.000 prajurit, Abrahah menuju Ka'bah untuk menghancurkannya. Untuk kendaraannya, dia memilih seekor gajah yang paling besar, di samping sembilan atau tiga belas ekor gajah yang lain di tengah pasukannya dan gajahnya, siap menginvasi Mekah. Setibanya di Wadu Muhasshir, yaitu antara Muzdalifah dan Mina, tiba-tiba gajahnya menderum dan tak mau bangkit lagi mendekati Ka'bah. Setiap kali mereka mengalihkannya ke arah selatan, utara, timur, atau barat yang berlawanan dengan arah Ka'bah, gajah itu mau berdiri dan hendak lari. Namun jika dialihkan ke arah Ka'bah lagi, maka dia pun menderum.2
Gajah bernama Mahmud cepat-cepat menekuk kaki depannya dan tidak mau bangkit jika menuju ke Kota Mekah. Sebaliknya jika diajak ke arah Syam, Mahmud sang Gajah buru-buru bangkit dan bergegas melangkahkan kakinya. Hal ini, tidak lepas dari pengaruh Nufail, yang berhasil menguasai cara mengendalikan Mahmud sang Gajah terbesar.1
Sikap Mahmud sang Gajah terbesar yang menunjukkan tanda ke-aneh-an berhasil membuat keberanian pasukan abrahah melemah. Abrahah terus memerintahkan pasukannya maju memasuki kota Mekah. Tiba-tiba langit berubah hitam pekat karena sekawanan burung mengitari langit Kota Mekah.1
Peristiwa itu diriwayatkan terjadi pada kelahiran Nabi Muhammad Saw (570 atau 571 M.) tahun yang dikenal dengan sebutan 'am fil, tahun gajah; tentara Abrahah yang disertai pasukan gajah bergerak ke utara dan membuat terkesan orang-orang Arab di Hijaz yang belum pernah melihat gajah. Tentara Abissina ini dihancurkan oleh virus kecil, atau menurut al Qur'an oleh kerikil kecil (sijjil ).3
Tiap-tiap burung Ababil membawa tiga buah kerikil. Melepaskan batu-batu kerikil di atas kepala pasukan abrahah. Kepanikan pasukan abrahah mengakibatkan kematian pasukan yang mati terinjak-injak oleh pasukan gajah, pasukan berkuda atau pasukan perjalanan kaki. Kerikil kecil itu menembus tambeng baja dan baju jirah pasukan menambah kepanikan pasukan abrahah. Abrahah selamat tetapi terserang penyakit ganas yang membuat rontok satu persatu anggota tubuhnya.Abrahah tewas di Shan'a, Yaman. Abu Yaksum -menteri Abrahah- berhasil kabur hingga ke Najasy tetapi wafat sebelum memberikan laporan ke Raja Najasy di Habasyah.1
Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram, lima puluh atau lima puluh lima hari sebelum kelahiran Nabi Saw, atau tepatnya pada akhir bulan Februari atau bulan Maret 571 M.2
Daftar pustaka:
1. Lentera Kegelapan, Tim FKI Sejarah ATSAR, Pustaka Gerbang Lama, Kediri, Jawa Timur 2010
2. Sirah Nabawiyah, penerjemah Kathur Suhardi dari Kitab Rakhiq al Makhtum karya Syekh Shafiyyurrahman al Muabarakfuri, Pusaka Al Kautsar, Jakarta 2023
3. History of The Arab, Philip K. Hitti diterjemahkan oleh R. cecep Lukman Yasin dan Dedi selamet, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2013
0 Komentar