Oleh: M. Imaduddin
Di tahun 1952, NU dipimpin KH. Wahab Hasbullah menyatakan keluar dari Masyumi karena kecewa dg politisi2 Masyumi yg telah merendahkan ulama2 pesantren yg menurut mereka tidak mengerti apa2 tentang politik.
Selain itu, kekecewaan NU karena posisi menteri agama yg sejak awal milik NU, diberikan kepada Muhamadiyah. Sementara suara terbesar Masyumi berasal dari warga Nahdliyin.
Akibat keputusan itu, tak pelak NU dituduh sebagai pemecah belah umat dan Mbah Wahab dituduh sebagai gila jabatan.
Terbukti, pada pemilu 1955 suara Masyumi benar2 anjlok. NU menempati posisi ketiga dalam pemilu 1955, di bawah PNI dan Masyumi. Posisi no 4 adl PKI. Tak lama setelah itu Masyumi dibubarkan oleh Sukarno karena beberapa tokohnya terlibat PRRI/Permesta. Bahkan hingga kini Masyumi tak pernah hidup lagi.
"Kontroversi" NU berlanjut. NU dibawah Mbah Wahab, pada era demokrasi terpimpin bergabung dg koalisi NASAKOM (Nasionalis diwakili PNI, Agama diwakili NU, dan komunis diwakili PKI) yg digagas oleh Sukarno. Lagi2 NU dicerca dan dicaci maki. Bahkan kiyai2 NU disebut kiyai nasakom.
Ijtihad NU waktu itu adalah, keberadaan PKI di pemerintahan Sukarno harus dikawal, supaya tidak mendominasi kebijakan sukarno. Terbukti, setelah peristiwa G30S/PKI NU menjadi ormas paling depan yg mengganyang PKI dg tokoh mudanya Subhan ZE.
Selanjutnya, di jaman Gus Dur, NU lebih kontroversial lagi. Saat peristiwa tanjung priok tahun 1984. Militer dibawah kendali LB Murdani menembaki umat Islam Tanjung Priok menimbulkan ratusan korban. Protes dimana2 bahkan hampir mengarah pada kerusuhan nasional. Gus Dur justru membawa LB Murdani mengunjungi pesantren2 NU.
Gus Dur berpendapat, jika tidak diredam maka korban dari umat Islam akan bertambah besar lagi. Waktu itu posisi Suharto sedang kuat2nya. Berani melawan Suharto berarti mati.
Tak pelak Gus Dur mendapat hujatan dan cacian dari sana sini, bahkan dari warga NU sendiri. Bahkan Gus Dur dituduh telah murtad karena telah membela kafir Murdani.
Memahami sejarah perjalanan NU dalam menjaga keutuhan bangsa ini, maka tak usah heran jika NU selalu jadi sasaran hujatan, cercaan, dan fitnah.
Tak usah kaget jika ulama2 NU dicaci maki. Karena dalam setiap pengorbanan selalu ada caci maki, hujatan, dan fitnah yang mengiringi. NU besar karena ia sudah teruji dg berbagai macam cacian dalam menjaga keutuhan bangsa ini.
Jika hari ini NU dan ulama2nya dihujat, dicaci maki, difitnah, di bully ini hanya sejarah yang berulang. Jadi biarkan saja.
Sebab, sebagaimana Gus Dur pernah mengatakan, "biarlah nanti sejarah yg akan membuktikan..."
Di tahun 1952, NU dipimpin KH. Wahab Hasbullah menyatakan keluar dari Masyumi karena kecewa dg politisi2 Masyumi yg telah merendahkan ulama2 pesantren yg menurut mereka tidak mengerti apa2 tentang politik.
Selain itu, kekecewaan NU karena posisi menteri agama yg sejak awal milik NU, diberikan kepada Muhamadiyah. Sementara suara terbesar Masyumi berasal dari warga Nahdliyin.
Akibat keputusan itu, tak pelak NU dituduh sebagai pemecah belah umat dan Mbah Wahab dituduh sebagai gila jabatan.
Terbukti, pada pemilu 1955 suara Masyumi benar2 anjlok. NU menempati posisi ketiga dalam pemilu 1955, di bawah PNI dan Masyumi. Posisi no 4 adl PKI. Tak lama setelah itu Masyumi dibubarkan oleh Sukarno karena beberapa tokohnya terlibat PRRI/Permesta. Bahkan hingga kini Masyumi tak pernah hidup lagi.
"Kontroversi" NU berlanjut. NU dibawah Mbah Wahab, pada era demokrasi terpimpin bergabung dg koalisi NASAKOM (Nasionalis diwakili PNI, Agama diwakili NU, dan komunis diwakili PKI) yg digagas oleh Sukarno. Lagi2 NU dicerca dan dicaci maki. Bahkan kiyai2 NU disebut kiyai nasakom.
Ijtihad NU waktu itu adalah, keberadaan PKI di pemerintahan Sukarno harus dikawal, supaya tidak mendominasi kebijakan sukarno. Terbukti, setelah peristiwa G30S/PKI NU menjadi ormas paling depan yg mengganyang PKI dg tokoh mudanya Subhan ZE.
Selanjutnya, di jaman Gus Dur, NU lebih kontroversial lagi. Saat peristiwa tanjung priok tahun 1984. Militer dibawah kendali LB Murdani menembaki umat Islam Tanjung Priok menimbulkan ratusan korban. Protes dimana2 bahkan hampir mengarah pada kerusuhan nasional. Gus Dur justru membawa LB Murdani mengunjungi pesantren2 NU.
Gus Dur berpendapat, jika tidak diredam maka korban dari umat Islam akan bertambah besar lagi. Waktu itu posisi Suharto sedang kuat2nya. Berani melawan Suharto berarti mati.
Tak pelak Gus Dur mendapat hujatan dan cacian dari sana sini, bahkan dari warga NU sendiri. Bahkan Gus Dur dituduh telah murtad karena telah membela kafir Murdani.
Memahami sejarah perjalanan NU dalam menjaga keutuhan bangsa ini, maka tak usah heran jika NU selalu jadi sasaran hujatan, cercaan, dan fitnah.
Tak usah kaget jika ulama2 NU dicaci maki. Karena dalam setiap pengorbanan selalu ada caci maki, hujatan, dan fitnah yang mengiringi. NU besar karena ia sudah teruji dg berbagai macam cacian dalam menjaga keutuhan bangsa ini.
Jika hari ini NU dan ulama2nya dihujat, dicaci maki, difitnah, di bully ini hanya sejarah yang berulang. Jadi biarkan saja.
Sebab, sebagaimana Gus Dur pernah mengatakan, "biarlah nanti sejarah yg akan membuktikan..."
0 Komentar