MANAJEMEN KELAS DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Abstrak
Dalam tulisan ini penulis mencoba mengupas
tentang kesiapan dunia pendidikan pada umumnya dan pendidik (guru) pada
khususnya dalam mengelola sebuah kelas di dalam Lembaga Pendidikan Islam.
Setiap guru kelas atau wali kelas sebagai pimpinan menengah (middle
manager) atau administrator kelas, menempati posisi dan peranan yang
penting, karena memikul tanggung jawab untuk dapat mengembangkan dan memajukan
kelas masing-masing yang berpengaruh pada perkembangan dan kemajuan sekolah
secara keseluruhan. Guru diharapkan mampu mendayagunakan seluruh potensi yang
ada di kelasnya. Guru juga memiliki tanggung jawab penuh dalam menciptakan
suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan dan nyaman, sehingga akan
banyak muncul bibit-bibit unggul dan berprestasi dari dalam kelas sebuah
lembaga pendidikan.
Pendahuluan
Lembaga Pendidikan yang lazimnya disebut dengan
sekolah merupakan organisasi kerja yang terdiri dari atas beberapa kelas, baik
itu yang bersifat paralel ataupun yang menunjukkan penjenjangaii. Di mana
setiap kelas merupakan unit kerja yang berdiri sendiri dan berkedudukan sebagai
sub sistem yang menjadi bagian dari sebuah sekolah sebagai suatu totalitas
sistem. Pengembangan sekolah sebagai total sistem atau satu kesatuan
organisasi, sangat tergantung pada peyelenggaraan dan pengelolaan kelas, baik
di lingkungan kelas masing-masing sebagai unit kerja yang berdiri sendiri
maupun dalam hubungan kerja antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
Oleh karena itu, maka setiap guru kelas atau wali
kelas sebagai pimpinan menengah (middle manager) atau administrator
kelas, menempati posisi dan peranan yang penting, karena memikul tanggung jawab
untuk mengembangkan dan memajukan kelas masing-masing yang berpengaruh pada
perkembangan dan kemajuan sekolah secara keseluruhan. Setiap murid dan guru
yang menjadi komponen penggerak aktivitas kelas, harus didayagunakan secara
maksimal agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang penting
dan dinamis di dalam organisasi sekolah. Beban kerja kelas perlu dibagi dan
aktivitas untuk mewujudkan beban kerja tersebut perlu diorganisir dan
dikoordinasikan agar tercipta kerja sama antara murid dengan murid, guru dengan
murid, guru dengan guru, murid dan guru dengan orang tua, kelas dengan kelas,
kelas dengan lembaga-lembaga sosial dan sebagainya. Dengan demikian, setiap
personal kelas harus berfungsi, baik itu untuk kepentingan dirinya sendiri,
kepentingan kelas, kepentingan sekolah maupun untuk kepentingan masyarakat
lingkungan sekitar.
Berdasarkan paparan di atas, maka jelas bahwa
program kelas akan berkembang bilamana guru atau wali kelas dapat
mendayagunakan secara maksimal potensi kelas yang terdiri dari beberapa unsur
yaitu : kurikulum, bangunan dan sarana, guru, murid dan proses atau dinamika
kelas. Usaha tersebut inilah yang merupakan kegiatan manajemen atau pengelolaan
kelas.
Dalam perspektif tersebut dalam tulisan ini,
penulis akan terfokus untuk membahas dan mengulas satu persatu dari kelima
unsur di atas yang ada dalam lembaga pendidikan (baik umum maupun Islam) yang
masing-masing tidak dapat dilepas pisahkan, artinya satu dengan lainnya saling
berkaitan.
Pengertian Manajemen Kelas
Sebelum memberikan pengertian yang utuh mengenai
manajemen kelas, sebaiknya diartikan dulu kedua kata tersebut. Kata manajemen
sebenarnya berasal dari Bahasa Inggris yakni dari kata kerja to manage yang
bersinonim dengan kata to hand yang berarti "mengurus", to
control "memeriksa" dan to guide yang berarti
"memimpin". Jadi apabila hanya dilihat dari arti etimologi manajemen
berarti pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.[1]
Adapun pengertian manajemen secara terminologi
sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Prof. Oey Liang Lee yang mendefinisikan
manajemen sebagai seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, dan pengontrolan atas human and natural resources
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan lebih dahulu.[2]
Dengan demikian dapat dikemukakan
bahwa manajemen merupakan ilmu dan seni yang dimiliki
manusia dalam upaya memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sumber daya
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, yang
dilakukan dengan efektif dan efisien dengan melibatkan seluruh anggota secara
aktif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan kelas menurut Dr. H. Hadari Nawawi
memberikan pengertiannya menjadi dua bila dilihat dari sudut pandangnya,[3]
yakni :
- Kelas dalam arti sempit adalah ruangan yang dibatasi oleh empat bidang, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
- Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, sebagai satu kesatuan yang diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.
Dari pengertian antara manajemen dan kelas di
atas, maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan manajemen kelas di sini
adalah usaha atau kegiatan yang direncanakan, dipimpin, dikontrol yang dikelola
oleh guru atau wali kelas terhadap semua aktifitas yang terjadi di dalam
ruangan kelas yang merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar oleh
siswa.
Kurikulum
- Sekolah dan kelas diadakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendidik anak-anak, yang tidak hanya harus didewasakan dari aspek intelektualnya saja, melainkan dalam seluruh aspek kepribadiannya. Olehnya itu bagi setiap jenjang dan jenis sekolah sangat diperlukan yang namanya kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakan sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas kelas dalam mewujudkan Proses Belajar Mengajar (PBM) yang berdaya guna bagi pembentukkan pribadi siswa. Dengan kata lain bahwa aktivitas suatu kelas sangat dipengaruhi oleh kurikulum yang digunakan, dimana kelas akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat apabila kurikulum yang ada di sekolah dirancang sesuai dengan dinamika masyarakat yang berkembang.
A. Tabrani Rusyan el. al. berpendapat
bahwa kurikulum dalam arti yang luas adalah yang meliputi seluruh program dan
kehidupan dalam sekolah. Kurikulum sekolah dapat dipandang sebagai bagian dari
kehidupan. Oleh karena itu, kurikulum berpengaruh sekali kepada maju mundumya
pendidikan. Kurikulum itu tidak statis, melainkan dinamis dan senantiasa
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya.[4]
Dengan begitu, jika kita ingin mengadakan
pembaharuan dalam pendidikan, maka kita harus memperhatikan kurikulum yang
telah dirumuskan. Kalau memang jadi untuk diperbaharui, maka secara otomatis
atau langsung kurikulumnya juga harus dirubah, karena pembaharuan tidak akan
mungkin terjadi tanpa disertai dengan pembaharuan dalam bidang kurikulum.
Kurikulum yang dilaksanakan di sekolah-sekolah
kita sekarang ini (umum dan yang bercirikan Islam) memiliki organisasi yang
terdiri dari komponen-komponen, sebagai berikut:
I. Prinsip-Prinsip Dasar
Kurikulum disusun dan dilaksanakan berlandaskan
pada prinsip-prinsip yang berorientasi pada tujuan, relevansi pendidikan,
efisiensi dan efektivitas, keluwesan, berkesinambungan, dan pendidikan seumur
hidup.[5]
Prinsip berorientasi pada tujuan merupakan
prinsip utama dan pertama dalam kerangka kurikulum, karena pentingnya fungsi
dan peranan sekolah dalam pembinaan para siswa, namun waktu belajar yang
terbatas, sedangkan bahan pelajaran begitu banyak yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan tekologi, maka penyusunan program harus benar-benar terarah
pada pencapaian tujuan kurikulum dan pengajaran.
Prinsip relevansi pendidikan merujuk pada dasar
pikiran bahwa pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan
pekerjaan di lapangan, perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tingkat
perkembangan anak-anak. Prinsip efisiensi dan efektivitas menunjuk kepada
keharusan penggunaan dana, kekuatan dan waktu yang ada secara maksimal untuk
mencapai hasil yang optimal.
Prinsip keluwesan atau fleksibilitas program
berdasarkan pertimbangan ekosistem dan pengadaan fasilitas belajar yang ada di
sekolah. Ekosistem berkaitan dengan kondisi lingkungan di sekolah, masyarakat
dan keluarga, sistem nilai dan kebutuhan lingkungan masyarakat sekitar sekolah.
Fasilitas berkenaan dengan ruangan, peralatan, perlengkapan dan sebagainya.
Prinsip berkesinambungan berkenaan dengan penyusunan urutan program dan
pemakaian hasil lulusan. Sedangkan prinsip pendidikan seumur hidup berlandaskan
pada pemikiran, bahwa pendidikan tidak cukup hanya dilaksanakan di sekolah
saja, melainkan juga harus dilanjutkan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan.
Kurikulum semua lembaga pendidikan di Indonesia
berdasarkan sesuai dengan Dasar Pendidikan Nasional, yakni Falsafah Negara
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana digariskan dalam GBHN.
Tujuan umum Pendidikan Nasional adalah ...untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri,
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa... (TAP MPR No.
IV/MPR/1978).[6]
3. Tujuan Umum dan Tujuan
Khusus Pendidikan Institusioanal
Setiap Lembaga Pendidikan (umum maupun yang
bercirikan Islam) mulai dari TK sampai perguruan tinggi, mempunyai tujuan yang
disebut dengan tujuan institusional yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus.[7]
Tujuan umum kelembagaan mengarah kepada ke pembentukkan warga negara yang baik,
penguasaan hasil pendidikan umum, ketepatgunaan dengan lapangan kerja,
pemberian bekal untuk hidup di tengah masyarakat. Sedang tujuan khusus mengarah
kepengembangan aspek-aspek pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan.
Baik tujuan umum maupun khusus pada masing-masing lembaga menunjukkan perbedaan
tertentu, tergantung dari pada ciri khas lembaga pendidikan tersebut.
Bangunan dan Sarana Kelas/Sekolah
Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk
sebuah sekolah berkenaan dengan jumlah dan luas setiap ruangan/kelas. Penataan
ruangan tidak sekedar untuk kepentingan kelas dalam arti sempit, melainkan juga
berkenaan dengan lokal untuk keperluan tata usaha termasuk ruangan kepala
sekolah dan ruang guru dan lain-lain.
Sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional
pengaturan ruangan kelas bersifat sederhana karena kegiatan belajar mengajar
diselenggarakan di kelas yang tetap untuk sejumlah murid yang sama tingkatnya.
Kursi dan meja murid diatur dan ditempatkan secara tetap menghadap ke depan
kelas. Sedangkan bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern, ruangan
kelas diatur menurut jenis kegiatan berdasarkan program-program yang telah
dikelompokkan secara integrated[8]
Guru dan murid sebagai unsur kelas dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, berpindah-pindah ruangan menurut kegiatan atau program yang termasuk
beban studi masing-masing. Meja dan kursi murid di kelas diatur menurut
kebutuhan setiap jenis kegiatan.
Guru
Sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan manusia,
para orang tua dalam situasi tertentu atau sehubungan dengan bidang kajian
tertentu tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pendidikan anaknya, maka mereka
melimpahkannya kepada orang lain yakni para guru, namun bukan berarti
melepaskan tanggung jawab mereka selamanya. Para orang tua tetap bertanggung
jawab untuk yang pertama dan terakhir dalam pendidikan putra-putrinya, untuk
tetap beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., berakhlak mulia dan membimbingnya
untuk mencapai kematangan berpikir.
Para guru yang menerima amanat dari orang tua,
yang meliputi guru madrasah atau sekolah mulai dari tingkat TK sampai ke
perguruan tinggi, bukan hanya penerima amanat dari orang tua untuk mendidik
anaknya, melainkan juga dari setiap masyarakat yang memerlukan bantuan untuk
mendidiknya.[9]
Sebagai pemegang amanah, guru bertanggung jawab
atas amanat yang diserahkan kepadanya, hal ini dapat disimak dari firman Allah
Swt. dalam QS. An-Nisa' ayat 58 yang terjemahnya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hokum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.[10]
Berdasarkan perspektif ayat di atas, maka
predikat guru yang melekat pada seseorang didasarkan amanat yang diserahkan
orang lain kepadanya. Tanpa amanat itu, seseorang tidak akan disebut guru, atau
dengan kata lain eksistensinya sebagai seorang guru tergantung pada amanat
orang lain.
Tidak semua orang bisa melaksanakan tugas sebagai
seorang guru, karena tugas tersebut menurut banyak ha] dan persyaratan, baik
itu profesional, biologis, psikologis maupun paedagogis-didaktis.
Menurut al-Ghazali, ada beberapa hal/sifat yang
harus dimiliki oleh seorang pendidik atau guru,[11]
yakni :
- Guru hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri, menyayangi dan memperlakukan mereka seperti layaknya anak sendiri.
- Dalam menjalankan tugasnya, guru hendaknya tidak mengharapkan upah atau pujian, tapi hendaknya mengharapkan keridhaan Allah Swt. dan berorientasi mendekatkan diri kepada-Nya.
- Guru hendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasehat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk memperoleh kedudukan atau kebanggaan duniawi.
- Terhadap murid yang bertingkah laku buruk, hendaknya guru menegurnya sebisa mungkin dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan dengan terus terang dan mencela.
- Hendaknya guru tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya, lalu mencela bidang studi yang diasuh guru lain.
- Hendaknya guru memperhatikan fase perkembangan berpikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikir murid.
- Hendaknya guru memperhatikan murid yang lemah dengan memberinya pelajaran yang mudah dan jelas, serta tidak menghantuinya dengan hal-hal yang serba sulit yang dapat membuatnya kehilangan kecintaan terhadap pelajaran.
- Hendaknya guru mengamalkan ilmu, dan tidak sebaliknya perbuatannya bertentangan dengan ilmu yang diajarkannya kepada murid.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
pendidik atau guru merupakan orang alim, dan sebagai orang alim disaat
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang ada, maka dosanya
lebih besar dibanding dengan orang yang tidak alim, karena pendidik terjerumus
dalam ketahuannya, sedangkan yang tidak alim terjerumus dalam ketidaktahuannya
Sikap IdealBagi Pendidik atau Guru
Baik di kelas ataupun di sekolah para guru
mempunyai peran yang ganda. Dengan julukan tugas guru sebagai pendidik
dan pengajar, maka secara rinci mereka mempunyai fungsi, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Dr. Suharsimi Arikunto,[12]
sebagai berikut:
- Guru sebagai pengelola proses pembelajaran, Kelas merupakan suatu organisasi yang seharusnya dikelola dengan baik. Guru harus merancang kegiatannya dengan baik dan rinci, mulai dari merumuskan tujuan khusus, memilih pendekatan atau strategi, memilih metode dan sarana pencapai dan memilih alat untuk mengevaluasi pekerjaannya.
- Guru sebagai moderator. Menurut aliran baru dalam pendidikan guru diharapkan bukan semata-mata hanya sebagai penyampai materi melainkan lebih sebagai moderator, artinya mereka berfungsi sebagai pengatur jalannya pembicaraan oleh para siswa.
- Guru sebagai motivator bagi para siswa.
- Guru sebagai fasilitator, maksudnya memberikan kemudahan dan sarana bagi siswa agar lebih aktif untuk belajar sesuai kadar kemampuan mereka.
- Guru sebagai evaluator. Guru adalah pendidik yang paling tahu tentang kemajuan dan kemunduran yang telah dicapai siswa-siswanya di kelas, karena telah memiliki jadwal dalam mengevaluasi mereka.
Berdasarkan komentar di atas, maka ada yang
menggejala yang dilakukan siswa di dalam kelas terhadap guru, barangkali siswa
akan merasa tenteram dan tenang dalam menghadapi gurunya seperti menghadapi
orang tuanya sendiri, namun tidak sedikit yang terjadi sebaliknya. Semua itu
tergantung dari bagaimana guru mampu membaca dan memenej kelas yang ada dengan
baik.
Siswa/Murid
Siswa/murid merupakan potensi kelas yang harus
dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid
adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara flsik maupun
psikologis. Menurut Muri Yusuf, sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. H.
Jalaluddin dalam bukunya Teologi Pendidikan, mengartikan peserta didik
atau murid itu sebagai raw input (masukan mentah) atau raw material
(bahan mentah) dalam proses transformasi yang disebut dengan pendidikan.[13]
Murid sebagai unsur kelas mempunyai perasaan kebersamaan yang sangat penting
bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Olehnya itu setiap murid harus
memiliki perasaan diterima di dalam kelasnya agar mampu ikut serta dalam
kegiatan kelas, karena dengan begitu akan menentukan sikap bertanggung jawab
terhadap kelas yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan mereka masing-masing.
Dalam kaitannya dengan persoalan murid ini, maka
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh guru di dalam kelas
dalam rangka membawa mereka ke arah keberhasilan, yakni:
- Mengetahui latar belakang siswa
Dengan mengetahui tentang latar belakang para
murid, maka guru akan merasa terbantu dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Namun sangat penting untuk diingat bahwa kegiatan kelas mestinya tidak
membuat guru untuk meneliti latar belakang murid untuk mengungkapkan sesuatu
yang mereka tidak menyukainya.[14]
Sama artinya dengan seorang guru akan marah dan tidak menyukainya, bila
ada siswa yang bertanya tentang sesuatu yang sangat prinsipil dan pribadi
tentang dirinya. Sebagai seorang guru perlu sekali dan malah seharusnya
mempunyai keterangan yang lengkap tentang masing-masing murid yang meliputi [15]:
- Latar belakang psikologi siswa yang meliputi hasil-hasil tes kecerdasan, tes perasaan, kecakapan dan lain-lain,
- Latar belakang kemampuan siswa yang meliputi kemajuan dalam mata pelajaran yang akan diberikan dan yang berhubungan dengan itu.
- Latar belakang kesehatan fisik siswa seperti penglihatan, pendengaran, gejala-gejala penyakit dan lain-lain.
- Latar belakang siswa tentang pengalaman kerja, partisipasi kegiatan di dalam dan di luar kelas dan menjadi anggota organisasi di luar dan dalam sekolah.
- Latar belakang tentang perhatian siswa terhadap pendidikan, dan
- Latar belakang kehidupan anak di rumah yang meliputi status ekonomi, pendidikan orang tua susunan dalam keluarga, jabatan dan hubungan sosial orang tua di masyarakat.
2. Mengenal minat siswa
Mengenal minat siswa-siswa sangat penting, karena
mereka akan merasa senang dengan materi pelajaran yang disampaikan apalagi
mated tersebut sangat sesuai dengan minat mereka dan ada hubungannya dengan
tugas-tugas yang diberikan kepada mereka,
3. Sikap Guru di Muka Kelas.
Sering terjadi suasana kelas sangat dipengaruhi
oleh sikap guru yang ada di dalam kelas. Kelas menjadi gaduh, kalau guru
ragu-ragu, dan kelas menjadi tenang, kalau guru berani bersikap tegas dan
bijaksana, Seorang guru yang ada di depan kelas harus selalu menunjukkan sikap
gembira dalam melayani para siswanya, harus pandai bersandiwara, mungkin guru
dalam posisi susah, tapi janganlah menampakkan sifat itu di depan kelas. Dalam
menyikapi para siswa di depan kelas. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, guru harus
- Berani memandang tiap-tiap murid di matanya.
- Usakanlah murid-murid bekerja sendiri.
- Jangan bersikap putus asa.
- Jangan mengejek murid-murid.
- Janganlah memberikan hukuman badan.
- Ciptakanlah suasana kelas yang baik.[16]
Dengan demikian, maka akan tercipta suasana kelas
yang baik dan kondusif, para siswa dapat bekerja bersama-sama, saling tolong
menolong, mereka akan lebih giat belajar dan merasa seperti sebuah keluarga
yang besar dengan bimbingan seorang guru yang bijaksana dan baik. Oleh karena
itu, wahai sang guru cintailah para siswa-siswimu seperti anda mencintai
putra-putri-mu.
Dinamika Kelas
Dinamika kelas pada dasarnya adalah kondisi kelas
yang diliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang dikembangkan melalui
kreatifitas dan inisiatif murid sebagai suatu kelompok. Dinamika kelas
dipengaruhi oleh cara guru kelas menerapkan administrasi pendidikan dan
kepemimpinan pendidikan serta menggunakan pendekatan Manajemen/pengelolaan
kelas. Penerapan kegiatan tersebut antara lain, sebagai berikut:
1. Kegiatan Administratif
Manajemen[17]
Kelas pada dasarnya merupakan unit kerja yang di
dalamya bekerja sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Olehnya itu,
pegelolaan kelas memerlukan tindakan-tindakan berupa perencanaan,
pengorganisasian, koordinasi dan kontrol sebagai langkah-langkah kegiatan
manajemen administratif.
- Perencanaan kelas
Sebagai program umum kurikulum harus
diterjemahkan menjadi program-program kongkrit dan menghubungkannya dengan
waktu yang ada, berupa program tahunan, semester/cawu, bulanan, mingguan dan
bahkan pada program harian. Selain perencanaan berdasarkan kurikulum, sebuah
kelas perlu menyusun program penunjang berupa kegiatan ekstra kelas seperti
kepramukaan, olah raga, kesenian, pelajaran tambahan dan lain-lain.
- Pengorganisasian kelas
Aspek yang paling penting dalam pegorganisasian
ini adalah usaha utuk menempatkan personal yang tepat pada tempatnya
(proporsional) dengan memperhatikan ability-nya, tingkat
pendidikannya, masa kerjanya dan sebagainya. Olehnya itu, harus diupayakan agar
setiap personal kelas termasuk para siswa untuk mengetahui posisinya
masing-masing dalam struktur organisasi kelas yang disusun berdasarkan
pembagian tugas.
- Koordinasi kelas.
Koordinasi kelas diwujudkan dengan menciptakan
kerja sama yang didasari oleh saling pengertian akan tugas dan peranan
masing-masing. Maka koordinasi yang efektif memungkinkan setiap personal
menyampaikan saran dan pendapat, baik dalam bidang kerjanya maupun bidang kerja
patnernya terutama yang berhubungan dengan bidang tugas yang menjadi tanggung
jawab yang bersangkutan. Dengan koordinasi yang efektif tidak akan terjadi
(meminimalisir) tabrakan atau kesimpangsiuran dalam penggunaan waktu dan
fasilitas kelas.
- Kontrol kelas
Selama dan setelah program kegiatan kelas
dilaksanakan, maka perlu kegiatan kontrol dari guru/wali kelas, dimana kontrol
tersebut harus mengacu kepada program yang disusun dengan maksud untuk menilai
sampai dimana tujuan telah dicapai dan apa yang menjadi hambatannya (jika ada),
atau dengan kata lain kegiatan kontrol kelas dilakukan untuk mengetahui
kebaikan-kebaikan yang diraih dan kekurangan-kekurangannya.
2. Kepemimpinan Guru/Wali Kelas
Dinamika kelas dipengaruhi secara langsung oleh
kepemimpinan guru/wali kelas, kedudukannya sebagai pemimpin formal yakni
sebagai orang yang ditunjuk memimpin manajemen/pegelolaan kelas sekalipun tidak
dengan surat keputusan.. Oleh karena itu dalam aktivitas sebagai pemimpin
kelas, seorang guru/ wali kelas akan lebih berfungsi manakala mampu mewujudkan
kepemimpinan informal.
Ada tiga bentuk kepemimpinan yang mungkin
diwujudkan guru/wali kelas dalam usaha menggerakkan personal di lingkungan
kelas masing-masing,[18]
yakni :
- Guru/wali kelas sebagai pemimpin yang bersifat otoriter
Dalam kepemimpinan
otoriter seorang guru/wali kelas
memiliki kecenderungan untuk mengambil keputusan
sendiri tanpa mengikutsertakan pihak yang, dipimpinnya. Keputusan itu disampaikan
sebagai perintah yang tidak boleh dibantah dan harus dilaksanakan secara tepat.
- Guru/wali kelas sebagai pemimpin yang bersifat Laissezfaire
Kepemimpian ini sebagai kebalikan dari
kepemimpinan otoriter, dimana menempatkan seorang wali kelas sebagai simbol
belaka. Guru kelas tidak mempunyai peranan dalam mengambil keputusan karena
memberikan kebebasan sepenuhnya kepada guru dan murid-murid untuk mengambil
keputusan sendiri-sendiri. Akhirnya suasana kelas menjadi kacau balau dan tidak
terarah, karena tidak merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelas yang
merupakan satu kesatuan.
- Guru/wali kelas sebagai pemimpin yang bersifat demokratis
Guru/wali kelas yang demokratis selalu menghargai
kemampuan para guru dan murid yang dipimpinnya, makanya dalam mengambil
keputusan selalu berusaha menyalurkan pendapat dan aspirasi personal yang
dipimpinnya, baik secara forma] maupun diskusi informal disaat istirahat atau
sedang berkunjung di rumah dan sebagainya.
Seorang guru/wali kelas yang melaksanakan kepemimpinan
demokratis di lingkungan kelasnya masing-masing pada umumnya lebih berhasil
dalam menciptakan dinamika kelas yang positif.
3. Disiplin Kelas
Disiplin juga merupakan bagian terpenting dalam
dinamika kelas. Disiplin kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang telah disepakati bersama dalam
melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman dapat dihindari.[19]
Dengan demikian dapat disampaikan bahwa disiplin
yang berdaya guna untuk menumbuhkan dinamika kelas bukanlah disiplin yang kaku
dan statis, bukanlah disiplin sekedar pemberian hukuman atau paksaan agar guru
dan murid melaksanakan tata tertib kelas yang ditetapkan. Namun yang dimaksud
disiplin adalah usaha untuk membina secara terus menerus kesadaran dalam
bekerja atau belajar dengan baik, dalam artian setiap orang menjalankan
fungsinya secara efektif dan efisien.
Seirama dengan penguraian di atas, disiplin kelas
juga dapat dipahami sebagai suasana tertib dan teratur, namun penuh dengan
dinamika dalam melaksanakan program kelas terutama dalam mewujudkan Proses
Belajar Mengajar (PBM). Kondisi seperti itu hanya akan terwujud apabila
masing-masing individu mengetahui posisi dan fungsinya di dalam kelas dalam
rangka melaksanakan berbagai kegiatan.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan yang telah penulis kemukakan
tersebut di atas, maka ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai konklusi dan
bisa dijadikan acuan dalam memahami tulisan ini, yakni antara lain :
- Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara manajemen/pengelolaan kelas pada lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan Islam, hanya persoalan nama dan tujuan akhir saja yang membedakannya, maksudnya pendidikan umum hanya berorientasi pada keduniawian sementara pendidikan Islam berorientasi pada dunia dan akhirat.
- Dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang baik di dalam sekolah atau kelas, maka ada lima unsur yang harus diperhatikan oleh seorang kepala sekolah/guru yang bertindak selaku pengelola, yakni kelima unsur tersebut adalah : kurikulum, bangunan dan sarana, guru, murid dan dinamika kelas.
- Di samping itu, seorang pendidik atau guru/wali kelas dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pendidik bagi siswa-siswinya harus menyadari betul bahwa tugasnya merupakan amanah dari orang tua murid yang mesti dijaga, dididik, diarahkan dengan baik agar mereka dapat menjadi penerus yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pada mulanya para guru harus mengetahui kemampuan siswanya, baik kemampuan fisik maupun mental spiritualnya, termasuk mengetahui keadaan psikologis mereka.
- Juga yang harus menjadi perhatian guru/wali kelas selaku pengelola kelas adalah dalam melakukan praktek manajerialnya tidak boleh bertindak sebagai leader yang sifatnya otoriter atau kebalikannya yakni laisserfaire, tapi bertindaklah sebagai leader yang demokratis.
- Kegiatan administratif manajemen yang meliputi; perencanaan kelas, pengorganisasian kelas, koordinasi kelas, kontrol kelas, kemudian kepemimpinan guru/wali kelas dan disiplin kelas adalah merupakan bagian-bagian pengelolaan kelas yang harus diperhatikan di dalam menciptakan kelas yang dinamis dan kondusif, penuh dengan semangat kebersamaan dan saling pengertian dalam menjalankan tugas dan fungsiya masing-masing.
Tulisan ini pernah dimuat di Jurnal
Progresif Volume 1, Number 1, July 2009 yang diterbitkan oleh LKAS Banda Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Didaktik
Metodik; Untuk PGAA/SPG/KPG dan Yang Sederajat. Semarang: Toha Putra,
1975.
Manajemen Pengajaran; Secara Manusiawi. Cet.
II. Jakarta: RinekaCipta, 1993.
Aly, Hery Noer. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.
II. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Dep. Agama RJ. AI-Quran dan Terjemahnya. Jakarta:
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Tafsir al-Quran, 1989.
Effendy, Mochtar. Manajemen; Suatu Pendekatan
Berdasarkan Ajaran Islam. Jakarta: Bhirata Karya Aksara, 1986.
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Dasar;
Pengertian dan Masalah. Jakarta: Haji Masagung, 1990.
Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran;
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Get. I; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990.
Jalaluddin, H. Teologi Pendidikan. Cet.
I. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Nawawi, H. Hadari. Organisasi Sekolah dan
Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan. Cet. II; Jakarta: Gunung
Agung, 1985.
Popham, W. James & Eva L. Baker. Establishing
Instructional Goals and Systematic Instruction, diterjemahkan Amirul Hadi
dengan judul Teknik Mengajar Secara Sistematis. Cet. II. Jakarta: Rineka Cipta,
2001.
Rusyan, A. Tabrani, el. al. Upaya Pembaharuan
Dalam Pendidikan dan Pengajaran. Cet. III. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1991.
Underwood, Mary. Effective Class Management.
A Practical Approach, diterjemahkan Susi Purwoko dengan judul Pengelolaan
Kelas yang Efektif. Suatu Pendekatan Praktis. Cet. I. Jakarta: Arcan, 2000.
[1]
Mochtar Effendy, Manajemen; Suatu Pendekatan Berdasarkan
Ajaran Islam, (Jakarta, Bhirata Karya Aksara: 1986), h.
9.
[2]
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar; Pengertian dan Masalah, (Jakarta:
Haji Masagung, 1990) h. 5.
[3]
H. Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas
Sebagai Lembaga Pendidikan, cet. II, (Jakarta: Owning
Agung, 1985) h. 116.
[4]A.
Tabrani Rusyan el. al., Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan
dan Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991) h. 30-31.
[5]
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran; Berdasarkan Pendekatan Sistem,
cet. I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990) h. 35.
[6]
Ibid., h. 37.
[7]Ibid.
[8]H.
Hadari Nawawi, Op. cit., h. 121.
[9]Hery
Nocr Aly, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999) h. 93.
[10]
Dep. Agama RJ. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan
Penyelengga/a Peterjemah/Tafsir aJ-Quran, 1989) h. 128.
[11]Hery
Noer Aly, Op. Cit., 97-99.
[12]
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran; Secara Manusiawi, cet. II,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1993) h. 268-269.
[13]H.
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, cet. I; (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2001) h. 127.
[14]Baca
Mary Underwood, Effective Class Management. A Practical Approach, ditcrjemahkan
Susi Purwoko dengaii judul Pengclolaan Kelas yang Efektif. Suatu Pendekatan
Praktis, cet. I; (Jakarta: Arcan, 2000) h. 30.
[15]
Lihat W. James Popham & Eva L. Baker, Establishing Instructional Goals
and Systematic Instruction, diterjemahkan Amirul Hadi dengan judul Teknik
Mengajar Secara Sistematis, cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) h.
146.
[16]
Abu Ahmadi, Didaktik Metodik; Untuk PGAA/SPG/KPG dan Yang
Sederajat, (Seraarang: Toha Putra, 1975) h. 98.
[17]Hadari
Nawawi, Op.. CM., h. 130-133.
[18]
Ibid., h. 138-139.
[19]
Ibid., h. 140.
0 Komentar